Amarah Tinggalkan Luka Menganga


Amarah Itu Meninggalkan Luka Hati yang MengangaKhutbah Jumat yang saya ikuti kali ini benar-benar menyadarkan saya atas segala ketidakberdayaan dalam menahan amarah. Ya, amarah, emosi, atau apa pun itu namanya sering mengganggu nalar sehat kita. Saat bersosialisasi dengan keluarga, sahabat, tetangga, kolega, atau dengan anak buah, tak jarang saya sering mengungkapkan amarah melalui bahasa tubuh, umpatan, dan berbagai ungkapan lainnya.

Kawan, ibarat paku yang ditancapkan, amarah itu meninggalkan luka yang sulit untuk dihapus. Setiap kali marah, cobalah tancapkan sepotong paku pada sebuah tiang kayu. Lakukan itu berkali-kali hingga persediaan paku di rumah kita benar-benar habis. Setelah itu, cabutlah paku itu satu per satu. Lihatlah, jejak apakah yang tertinggal pada tiang tersebut?

Yups, seseorang yang telah kita sakiti bisa saja memaafkan segala kekhilafan kita. Tapi, untuk urusan luka yang membekas di hatinya, sangatlah sulit untuk ditutupi. Luka itu masih akan terus menganga sampai kapan pun. Risiko inilah yang mesti kita ingat sebelum menumpahkan kemarahan kita.


Siapa saja yang pernah kita damprat? Mungkin calon istri/calon suami, calon ipar, bahkan calon mertua. Lalu, berapa banyak lubang terbuka di hati mereka, sisa-sisa kemarahan kita?

Hahhh…. Menyesal jika kita ingat itu semua. Begitulah, penyesalan memang tak kan pernah mendahului; selalu datang belakangan. Kita pikir, jika sudah mengungkapkan kekesalan, hati kita akan merasa lega. Kenyataannya, kita malah didera penyesalan yang sulit diakhiri.

 
TERKAIT:  Merencanakan Kehamilan Sebelum Menikah, Why Not?

Bisa jadi sifat tak terpuji inilah yang menjadi biang kerok menjauhnya jodoh kita. Tapi sudahlah, mari kita perbaiki saja cara mengelola emosi kita agar tidak bertambah lagi lubang-lubang yang menganga di hati orang-orang yang kita kasihi. Lantas, caranya bagaimana? Jika kalian seorang muslim ada baiknya mengikuti petunjuk Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada. Ulama besar ini dalam kitab Mausuu’atul Aadaab alIslamiyah menyampaikan bahwa jika kita marah, lakukanlah kegiatan berikut:

Pertama, berlindung kepada Allah. Sabda Rasulullah SAW, “Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT, niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil.)

Kedua, diam. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW, “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad).

Ketiga, mengubah posisi badan. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).

Ketiga, wudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, kemarahan kita sebenarnya api setan yang menyebabkan mendidihnya darah serta terbakarnya seluruh syaraf kita. Maka dari itu berwudhulah atu mandilah jika emosi kita sedang terbakar. Hasilnya akan lebih baik lagi jika kedua kegiatan itu dilakukan dengan menggunakan air dingin.

TERKAIT:  Mustahil Itu Mitos Belaka!

Keempat, memberi maaf dan bersabar. Seorang pemaaf amatlah dipuji Allah SWT. Sebagaimana terungkap dalam QS Asy-Syuura:37 “… dan jika mereka marah mereka memberi maaf.”