Cukrik, Oplosan, Korupsi, Perselingkuhan, dan Khilaf


oplosanSeperti diberitakan, empat dari enam warga Menanggal Surabaya, peserta pesta miras Cukrik selama 24 jam nonstop tewas awal pekan lalu. Dua lainnya dirawat di rumah sakit. (Kompas.com)

Saya tidak habis pikir, kok bisa ya orang-orang itu menenggak minuman cukrik atau oplosan yang mematikan. Selain di Surabaya, di Mojokerto 17 orang korban mati konyol akibat minuman itu. Sebelumnya, hal yang sama juga terjadi di Jakarta. Kita memang bangsa yang malas belajar dari peristiwa masa lalu.

Tidak tertutup kemungkinan korban-korban berikutnya mulai antri menuju kuburannya masing-masing akibat minuman maut tersebut. Padahal, sebelumnya mereka pun telah membaca dan menyimak berita tentang tewasnya para penenggak minuman haram tersebut baik melalui media cetak maupun media elektronik. Sekali lagi saya katakan, kita memang bangsa yang malas belajar dari peristiwa masa lalu.


Bukan dalam urusan minuman saja kita malas belajar dari masa lalu, dalam hal korupsi pun demikian. Buktinya, lebih dari 300 kepala daerah di republik ini berurusan dengan KPK. Mereka pun tidak pernah bercermin pada kasus-kasus yang menimpa kepala daerah sebelumnya. Khilaf, itulah alasan mereka. Khilaf yang tak ada henti dan terus berkepanjangan.

Di sisi lain, kita pun begitu banyak disadarkan oleh akibat perselingkuhan yang menimpa teman atau saudara kita. Kita menyaksikan sendiri betapa kemudaratan dialami oleh para pelaku serong tersebut. Tapi, masih tetap saja berselingkuh. Ketika kemudaratan juga menimpa terhadap diri kita, alasannya pun masih sama: khilaf!

 
TERKAIT:  Setelah Kelak Berumah Tangga, Kamu Mendambakan Anak yang Saleh, Khan?